Selasa, 29 Mei 2012

Picnic to Semeru, east java (3676 Mdpl)


“Mahakarya agung persembahan sang Pencipta”

Tanggal 21 okt 2011 (jum’at)

Mengawali perjalanan dari St. Jatinegara pukul 14.10 WIB kami berangkat menggunakkan kereta Matarmaja menuju Malang. Dengan raut wajah yang berseri2 dan penuh semangat serta menyimpan harapan semoga sampai Puncak Mahameru dan kembali ke Jakarta dengan aman. “nguong nguooong” ya itu tanda kereta kami, Matarmaja siap berangkat, dengan kecepatan rendah tanpa keraguan sedikitpun. “rames-rames, nasi goreng pak, kopi popmi kopi. . .” ya begitulah suara yang kami dengar dalam kereta selama perjalanan, tukang jualan saling bersahut-sahutan menawarkan dagangannya tanpa henti-henti, kami pun memaklumi keadaan tersebut. Stasiun demi stasiun pun telah dilewati tetapi dalam hati bertanya-tanya “apakah jumlah stasiunnya terlalu banyak? Atau laju keretanya yang terlalu lambat?”, huh benar2 membosankan. Sekedar menghilangkan bosan dalam kereta kami pun mencari2 kegiatan masing2, ada yang mengobrol, denger musik, sibuk mengutak atik HP (walaupun hanya sekedar membaca sms masuk dan keluar berulang ulang kali :p ), diselingi gurauan dan tertawa ringan, itulah perjuangan kami dalam kereta untuk melawan kejenuhan. “krokok krokok” bunyi HP saya terdengar menandakan ada sms masuk, hmm ternyata sms dari salah satu teman kami asal Wonosobo, dia juga ikut dalam perjalanan ini dan kami janjian ketemu di St. Semarang.

“Selamat datang di Stasiun Semarang, bagi anda yang mengakhiri perjalanan di stasiun ini silahkan cek terlebih dahulu barang bawaan anda, jangan sampai tertinggal didalam kereta ! !”, bunyi speaker pengumuman menyambut kami di Stasiun Semarang. Saya pun bergegas turun menjemput teman saya yang sudah menunggu di Stasiun ini. “Pak pintu masuk sebelah mana ya?” Tanya saya kepada seseorang yang sedang duduk di pinggiran peron, “itu mas disana”, sambil meunjuk arah pintu masuk, “oke pak, terima kasih” dan saya pun lari menuju arah yang ditunjukkan oleh bapak tadi. Setelah sampai pintu masuk saya melihat teman saya masih diluar pintu masuk karena tertahan tidak boleh masuk oleh petugas lantaran tidak punya tiket, “nih pak tiket nya ada sama saya”, ujar saya sembari memperlihatkan tiket kepada petugas penjaga agar teman saya dapat masuk ke Stasiun, “oke silahkan masuk!” kata petugas tsb kepada teman saya. Setelah masuk Stasiun saya dan teman saya pun langsung naik kereta, “nguong nguooong” kereta kami pun melaju meneruskan sisa perjalanan yang masih panjang. “Hoaaahhhmm, oke sampai jumpa besok kawan2 di Stasiun Malang”, ujar saya kepada teman2 dan disambut dengan tawa ringan oleh mereka.

Tanggal 22 okt 2011 (sabtu)

“Ohayo gozaimasu” hari telah berganti kami pun sampai di St. Malang Kota Baru pukul 07.30 waktu setempat. Dengan tampang lusuh karena perjalanan yang panjang dan membosankan kami pun melangkah turun dari kereta. Ternyata ada pendaki lain juga dari Jakarta mereka berlima dengan 1 orang Bule asal swiss, kami pun mendekati mereka untuk menawarkan “bagaimana kalau kita naik bareng”, ternyata mereka pun menyambut tawaran kami, yess!!! Dapet temen baru. Tidak mau membuang2 waktu kami pun bergegas keluar stasiun, “tumpang, tumpang, tumpang, dek ayo dek saya antar sampe pasar tumpang”, ujar para supir angkot diluar stasiun menawarkan jasanya. Kami pun bernegosiasi harga dgn sopir angkot itu, “oke mas kalo begitu, deal ! !, tas2 nya di taruh diatas ya” , “oke pak !. “ , , Brumm…brummm… wushhh tarik bang, angkot merah berisikan kami para penikmat alam melaju dengan stabil, “lhooo udh sampe to pak?”, “ya sudah dek ini pasar tumpang”, disini (pasar Tumpang) kami bertemu rombongan pendaki lain yang ternyata sedang menunggu pendaki2 yang ingin menuju ke Ranupani (dari Tumpang ke Ranupani mau tidak mau harus menggunakkan kendaraan khusus yaitu Jeep, biaya charter nya mahal, makanya mereka menunggu pendaki lain supaya murah per orangnya, :p). Kami pun bergabung dengan mereka dan berbincang2 sedikit lalu kami numpang nitip carrier sama mereka, “mas nitip tas ya”, lalu kami pun belanja logistik dan sarapan untuk mengisi tenaga sebelum mendaki.

Pasar Tumpang
Oke semua sudah siap saatnya menuju Ranupani, kami pun bergegas naik ke atas Jeep. Sebelum ke Ranupani kami harus melakukan registrasi terlebih dahulu sebelum mendaki. Sempat ada kendala sedikit pada saat registrasi, ternyata sebagian dari kami hanya membawa 1 lembar surat keterangan sehat yang seharusnya 2 lembar, terpaksa saya harus kembali ke Pasar Tumpang untuk memfoto copy kekurangan tersebut. Bermodalkan sepeda motor yang dipinjamkan oleh bapak penunggu pos registrasi tersebut saya pun tancap gas poll (kaya baja hitam gitu lah kira2, hahaha) menuju pasar tumpang dan kembali lagi ke Pos registrasi. Setelah proses Registrasi selesai kami pun melanjutkan perjalanan kembali ke Ranupani dengan Jeep, penuh sesak memang diatas Jeep (19 orang)  tapi tidak melunturkan niat untuk mencapai tujuan kami yaitu Mahameru. Dengan medan perjalanan yang rusak dan berbatu Jeep kami pun tak gentar menghadapinya “wuihh lebih seru dari pada rollercoaster nih, memacu adrenalin” , teriak salah satu penumpang Jeep tsb, hahaha ada2 saja. Tapi memang bener sih jalan yang berbatu dan medan yang menanjak dengan sudut kemiringan sampai 45 derajat serta likuk-likuk tikungan membuat Jeep melaju ugal-ugalan, berguncang2, hmm seru deh pokoknya. Bahkan dipertengahan jalan tiba2 Jeep kami pun berhenti, “lho kenapa pak?”, Tanya kami, “sebagian turun dulu mas, saya tunggu diatas, tanjakkannya miring banget takut Jeep nya terbalik”, Jawab supir Jeep, kami pun segera turun mengikuti kata pak supir Jeep itu. Tak mau melewati moment kami pun berfoto2 ria dengan background pemandangan yang keren, setelah berfoto2 kami langsung naik lagi ke Jeep dan melaju sampai Ranupani.

Klik
Klik
Klik
Suasana desa yang tenang dan udara yang dingin serta tekstur tanah yang berpasir dengan penduduknya yang berlalu lalang memakai jaket inilah Desa Ranupani, gerbang masuk para pendaki gunung Semeru. Di sini kami harus melapor di pos Ranupani untuk pendakian Semeru, setelah selesai melapor saya beserta tim menyempatkan diri mampir ke warung makan sekedar minum kopi. Pukul 15.00 waktu setempat kami pun bersiap2 untuk berangkat, destinasi berikutnya adalah Ranukumbolo, “baiklah teman2 sebelum memulai pendakian hari ini mari kita berdo’a agar perjalanan kita lancar dan aman sampai tujuan, berdo’a dipersilahkan“. Setelah berdo’a kami pun melangkah berjalan menuju Ranukumbolo, perjalanan dari Ranupani ke Ranukumbolo memakan waktu sekitar 4-5 jam melintasi dan memutari 4 bukit, dimulai dengan jalur setapak yang panjang dan berliku2 serta pemandangan pohon2 besar nan rindang. Langkah demi langkah kami jejakki, “huh hah huh hah huh, break ! !” ujar salah satu dari kami yang kelelahan, kami pun beristirahat sejenak di pos 2 melepas dahaga dan makan cemilan kecil, tak lama kami pun beranjak meneruskan perjalanan kembali menyusuri jalan setapak dan akhirnya kamipun sampai di pos 3 untuk istirahat kembali. Perjalanan yang panjang memang tapi bagi kami ini menyenangkan, di pos 3 ini kami melihat tikus hutan sedang mencari makan di sekitar pos, tak terlihat seperti tikus2 biasa tapi menurut saya lebih mirip tupai, hmm sungguh indah alam ini. Dari pos ini (pos 3) kami masih harus terus berjalan menuju Ranukumbolo sambil menahan berat beban yang kami bawa serta bertanya2 “sampai kapankah jalur ini berakhir?”.

Ranupani
Untuk mengusir rasa capai sepanjang perjalanan kami bernyanyi ria dan bercanda2, hmm tak terasa hari semakin gelap dan kabut tipis pun mulai turun kami pun berhenti sejenak menyiapkan lampu senter dan berjalan kembali menyusuri jalan yang gelap.  “Lho kok berhenti?” Tanya salah satu teman kami kepada yang lain, “ada api kang” jawabnya, sontak saja saya pun terkejut mendengarnya. Lalu kami pun berhenti untuk memadamkan nyala api tersebut, titik api berada sedikit dibawah tebing jadi harus turun untuk memadamkan api tersebut, “air air air” pinta teman saya, fiuhh akhirnya padam juga apinya. Setelah itu kami pun meneruskan perjalanan kembali, tak lama kami melihat titik api lagi, kali ini titik api berada diatas pohon “wah parah nih, gimana sih ranger nya, masa gak tau kalo ada api” gerutu salah seoarang dari kami. Kami pun hanya bisa melihat api tersebut dari jalur pendakian tanpa bisa berbuat apa-apa, sungguh ironi memang, diawal perjalanan dengan pemandangan yang hijau kini berubah dengan pemandangan pohon2 bekas terbakar dan sisa2 api yang menyala dibatang pohon yang sudah menjadi arang. Hati kecil ini bertanya2 pilu “apakah hutan ini terbakar karena kemarau atau sengaja dibakar seseorang?” hanya Maha Kuasa yang tahu jawabannya. Pukul 20.00 waktu setempat akhirnya kami sampai juga di Ranukumbolo. Di selimuti dingin dan kabut kami pun bergerak cepat merakit tenda dom untuk beristirahat karena semakin malam udara semakin dingin. Setelah tenda selesai kami rakit kami langsung masuk dalam tenda dan memasak untuk makan malam, “nyess nyess nyess” suara tempe yang sedang digoreng, hmm aromanya membuat saya tak sabar untuk segera menyantapnya, menu makan malam di Ranukumbolo : tempe goreng tepung, dadar telur, sayur sawi dan sarden, selamat makan.

Hangatnya kebersamaan dalam tenda membuat saya nyaman dan rindu dengan suasana itu, hmm setelah makan malam usai kami beristirahat karena besok kami masih harus melanjutkan perjalanan kembali. Tapi dinginnya angin malam membuat kami terusik tak nyenyak untuk tidur, perlahan demi perlahan tubuh kami pun dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar, Hoaaaahhhhhmmmmm selamat malam, sampai berjumpa besok, selamat tidur. zzZ .

Tanggal 23 okt 2011 (minggu)

Wushh. . . angin yang dingin berhembus membelai tubuh kami yang sedang tertidur didalam tenda seakan menyuruh kami untuk segera bangun dan keluar dari tenda melihat sunrise. Saya pun bergegas keluar tenda lengkap dengan jaket hangat dan sarung tangan. Brrr dingin banget hawanya, pagi ini danau Ranukumbolo terlihat cerah dengan kabut tipis diatas permukaan airnya (terlihat seperti air panas yang mendidih), “boy mandi! Airnya udah panas tuh” lontar candaan dari salah satu teman saya. Semakin berdiam diri semakin dingin tubuh ini terasa, kami pun mencari2 kegiatan, ada yang mencuci alat makan bekas semalam, ada yang berfoto2 ria (termasuk saya :p), ada yang mengambil air untuk memasak, ada yang senam2 ringan hmm yang penting gerak lah biar anget. Saya pun memberanikan diri mendekat ke air untuk mencuci muka, dingin memang awalnya tapi setelah itu tidak. “Hmm seger” ujar saya kepada teman saya, “gila lu boy kagak dingin lo?” , “dingin sih, tapi abis itu enggak kok” , jawab saya, “ahh bo’ong lo yang bener aja”, hmm saya pun langsung membuka jaket hangat yang saya pakai, “nih liat jadi gak dingin bro” tegas saya. Lalu kami pun mulai memasak menyiapkan sarapan sebelum melanjutkan perjalanan. Setelah masakkan telah jadi kami pun berkumpul bersama, ya santap pagi di Ranukumbolo bersama2 di depan tenda, rasa persaudaraan dan kehangatan antara kami pun makin terasa. Canda gurau saling bantu membantu dan saling memberi support satu dengan yang lain, sungguh tak bisa diungkapkan dengan kata2 perasaan ini.

Ranukumbolo
Ranukumbolo
Ranukumbolo
Mandi dulu
Salam untukmu
Ngopi
Action
Menu Sarapan
Makan Bareng
Bercanda
Klik
Klik
Packing
Foto dulu
Foto Lagi :p
Matahari semakin terik terlihat, kami pun berkemas untuk melanjutkan lagi perjalanan, pukul 09.00 waktu setempat kami mulai perjalanan menuju “check point” selanjutnya, Kalimati. Melangkah meninggalkan Ranukumbolo menuju Kalimati, kami dihadang oleh sebuah bukit dengan sudut kemiringan bervariasi mulai dari 45 s/d 60 derajat. Tanjakkan itu disebut dengan “Tanjakkan Cinta”. Konon katanya apabila ingin melewati tanjakkan cinta kita tidak boleh menoleh kebelakang sebelum sampai puncak dari tanjakkan tsb. Kenapa? Mitosnya kalau dipertengahan jalan seseorang yang telah memiliki pasangan menoleh kebelakang niscaya hubungan mereka akan berakhir, dan sebaliknya apabila seseorang tsb sampai puncak tanjakkan cinta tanpa menoleh niscaya hubungan mereka akan abadi. Terus gimana kalo yang jomblo? Silahkan anda menerka2 sendiri, hahahaha. Akhirnya tanjakkan cinta berhasil kami lalui, dan dibalik tanjakkan ini kami melihat padang ilalang yang luas dan gersang, Oro oro Ombo. Kalau sedang subur padang ilalang ini sulit untuk dilalui karena ilalang yang tumbuh sangat tinggi hingga mencapai ketinggian 2 meter.Tak jarang Mapala2 yang melewati padang ilalang ini terpisah dari rombongan lalu tersesat karena tak bisa melihat kedepan tertutup lebatnya ilalang yang tinggi. Beruntung, kami pada saat itu padang ilalang tsb sedang gersang mengering sehingga kami pun dengan mudah melewatinya (yeay, banzai ! ! \(^o^)/ ).

Tanjakan Cinta
Tanjakan Cinta
Oro-oro Ombo
Oro-oro Ombo
Klik
Kami semakin semangat untuk berjalan sampai check point berikutnya, yaitu Kalimati. Ditengah semangat kami yang menggebu-gebu tumbuh rasa miris dihati melihat kesekitar banyak pohon2 yang hangus terbakar. Dalam hati kecil kami berdoa memohon pada Nya agar kelak hutan ini kembali hijau lebat dan elok dipandang. Tak mau berlama2 dalam kemirisan langkah kami semakin laju dan tegar menapaki jalur pendakian yang tebal dengan debu menuju Kalimati, puji Tuhan kami sampai di Kalimati, tepatnya pukul 15.00 waktu setempat. Kami pun langsung bergegas untuk merakit tenda dan sebagian yang lain pergi ke sumber mata air terdekat untuk mengambil air. Tak lama Kalimati diguyur hujan cukup deras, saya dan beberapa teman saya yang kebetulan dapat tugas mengambil air harus berlari kocar kacir ketika hujan turun. Bukan karena takut dengan air hujan tapi ketika itu petir menyambar2 sangat kencang. Dengan tubuh yang basah kuyup karena kehujanan akhirnya kami sampai di tenda dengan membawa beberapa botol air yang tadi kami ambil. Ternyata tenda kami tak sanggup menahan gempuran hujan yang bertubi2 dan akhirnya tetes demi tetes air hujan menembus masuk ke dalam tenda kami. Nafas masih terengah2 dan menggigil karena habis mengambil air, saya harus keluar untuk melapisi tenda dengan ponco dan raincoat yang kami bawa supaya air tidak masuk kedalam tenda, dan kami juga harus membuat jalur aliran air disekeliling tenda. Sungguh menderita pada saat itu tapi asyik. Setelah selesai melapisi tenda dengan ponco dan membuat aliran air di sekeliling tenda saya bergegas masuk ke tenda untuk salin dan menghangatkan badan sambil berdiskusi kecil tentang cuaca hari ini. Dalam hati masing2 kami berharap agar hujan segera reda supaya misi kami menginjakkan kaki di dataran tertinggi sepulau Jawa berhasil.

Kalimati
Kalimati
Kalimati
Sumber Mani
Sumber Mani
Sumber Mani
Perlu diketahui apabila hujan tak kunjung berhenti disini di Kalimati terasa sangat dingin dan sangat beresiko apabila kita tetap meneruskan perjalanan sampai Puncak Mahameru. Akhirnya tak lama kemudian hujan pun reda harapan kami terkabulkan, kami langsung bergegas keluar untuk memastikan keadaan diluar sembari memperhatikan puncak Mahameru apakah berkabut atau tidak, dan ternyata cuaca disekitar sangat cerah setelah diguyur hujan. Hmm semakin dingin hawa disekitar kami rasakan dan akhirnya kami masuk kembali kedalam tenda untuk memasak lalu makan. Masih pukul 17.00 waktu setempat hari ini, kami harus beristirahat lebih awal karena rencana kami jam 02.00 dini hari besok kami harus bergegas untuk summit attack, selamat istirahat kawan.

Kalimati Pasca Hujan
Kalimati Pasca Hujan
Kalimati Pasca Hujan
Tanggal 24 okt 2011 (senin)

Tiupan lembut udara dingin di Kalimati membuat saya terusik dari tidur nyenyak. Pukul 00.00 waktu setempat tepatnya saya terbangun, saya pun langsung membangunkan teman2 untuk bersiap2 summit attack hari ini. Kami pun bersama2 menyiapkan makanan terlebih dahulu sebelum berangkat menuju puncak, jadi nanti setelah turun dari puncak dan kehabisan tenaga kami tak perlu menunggu berlama2 untuk makan karena makanan sudah tersedia lengkap dengan lauk pauknya. Ternyata menyiapkan makanan gak seinstan demo masak diacara televise. Tak terasa  waktu sudah menunjukkan pukul 02.00 waktu setempat, kami pun segera menyudahi kegiatan masak memasak dan menyiapkan perlengkapan yang perlu dibawa. Setelah selesai, kami berkumpul sejenak untuk berdoa memohon keselamatan semoga kami bisa sampai puncak Mahameru, amin. Berdoa selesai, lampu kepala masing2 dari kami pun siap menunjukkan jalan sampai puncak nanti, tepatnya pukul 02.30 kami mulai beranjak meninggalkan tenda di Kalimati menuju check point pertama sebelum puncak yaitu Arcapada.

Jalur pendakian yang berpasir masih basah karena bekas guyuran hujan kemarin sore menuntun langkah kami seraya berbisik memberi semangat. Perubahan medan pendakian sedikit demi sedikit mulai kami rasakan, dari jalur yang landai berubah agak menanjak dengan sudut kemiringan yang bervariasi. Walau terasa lelah, namun dalam hati kami terus bergejolak melawan rasa itu. Bahkan dengan rasa lelah itu kami mencoba mengkonversikan menjadi energi semangat untuk mencapai puncak. Tak terasa sudah 1 jam kami berjalan meninggalkan Kalimati dan sampai di Arcapada pukul 03.30 waktu setempat tepatnya. Kami pun beristirahat sejenak berbagi cemilan dan air mineral. Disini (Arcapada) angin berhembus sangat kencang dan dingin, seakan-akan mengusir kami yang tengah beristirahat untuk cepat-cepat beranjak pergi. Tak mau berlama lama kedinginan oleh hembusan angin, kami bergerak meninggalkan Arcapada menuju Cemara Tunggal, check point berikutnya. Jalur pendakian semakin terjal dengan tanjakan-tanjakan yang bervariasi namun masih mudah untuk kami lalui, dan tak lama kami berjalan ternyata Cemara Tunggal pun kami jejakki. Puncak Mahameru terlihat jelas dari sini, semangat kami pun semakin berkobar membara seperti batubara dalam tungku. “Nah mulai dari sini (cemara tunggal) sampai puncak Mahameru nanti, itu baru yang namanya naik gunung yang sesungguhnya” celetuk salah seorang dari kami.

Tak ada keraguan sedikitpun dan dengan tekad yang kuat, kami melangkah meninggalkan Cemara Tunggal. Perubahan jalur yang sangat drastis, ya jalur pendakian kali ini sangat menanjak dengan sudut kemiringan mulai dari 45 derajat sampai 60 derajat bahkan lebih. Dan ditambah lagi dengan kontur tanah yang berpasir dan berkerikil membuat perjalanan kami menjadi sangat berat. Bagaimana tidak, melangkah 2 langkah terperosot 4 langkah, sungguh sangat menguras tenaga. Serta tiupan angin yang membawa material debu di dalamnya membuat kami kesulitan untuk bernafas, mau tak mau kami harus memakai masker. Memang benar kata temanku tadi di Cemara Tunggal “inilah yang namanya naik gunung sesungguhnya”. Benar benar berat medan yang kami lalui kali ini, mambuat kami hampir putus asa. Bahkan dalam hati saya pribadi pun timbul rasa ragu untuk dapat sampai ke puncak.

In Action
Klik
In Action
Baru sepertiga perjalanan dari Cemara Tunggal ke Puncak Mahameru salah satu dari kami lempar handuk, ya dia menyerah, dia tak sanggup meneruskan perjalanan sampai puncak, “gw nyerah ! gw tunggu disini ! silahkan kalian jalan terus sampai puncak” ujarnya. Mendengar ucapan itu saya kaget, “oke kita istirahat sebentar, tarik ucapan lo barusan, kita udah deket” ujar saya memberi semangat, “serius gw udah gak kuat, gw gak mau ngerepotin kalian nantinya kalo gw tetep maksain diri buat naik” jawabnya. Sisa-sisa semangat yang saya miliki kini habis seketika mendengar jawaban dari teman saya. Berulang kali saya mencoba meyakinkan dia bahwa dia pasti bisa sampai puncak, berulang kali juga dia membantahnya. Ahh apa boleh buat dengan berat hati saya meninggalkan teman saya yang terduduk kelelahan “mendingan lo tunggu di Kalimati, disana lo bisa istirahat sepuas lo dan makan minum” suruh saya, “oke, nanti dulu gw istirahat dulu sebentar, setelah itu baru gw turun ke Kalimati” jawabnya. Melangkah dengan tegak yang sedari tadi kami lakukan, kini berubah menjadi merangkak karena sudut kemiringan yang kami lalui kali ini semakin mengkerucut. Dua per tiga perjalanan dari Cemara Tunggal ke Puncak sudah kami lalui dan kami lihat ke bawah, memandangi teman kami yang tadi tak kuat naik masih terduduk beristirahat tanpa bergerak sedikitpun dari posisi awal semenjak saya tinggalkan tadi. Dia hanya berteriak serta melambaikan tangan memberi semangat pada kami.

Klik
Klik
Klik
Ternyata garis-garis kemerahan sudah mulai mewarnai mega yang dominan biru gelap, tandanya sebentar lagi matahari akan terbit. Kami pun mempercepat gerak kami supaya bisa menikmati sunrise tepat di puncak. Sekuat tenaga kami bergerak naik ke puncak tetapi berkasan cahaya matahari tepat memancarkan cahayanya di pipi bagian kiri wajah saya. Harapan kami menikmati sunrise di puncak pupus sudah. Saya berhenti sejenak untuk beristirahat, sambil mengepalkan tangan menghalau cahaya dan melihat ke arah matahari terbit “Sayang sekali, coba tadi kami bergerak lebih awal” gerutu saya dalam hati. Akhirnya kami menikmati sunrise yang tak sempurna karena terhalang tebing gunung di tengah perjalanan. Kami melihat ke arah bawah, melihat pemandangan hamparan bukit-bukit yang di sirami cahaya mentari pagi, sungguh sangat indah. Pukul 06.30 waktu setempat tepatnya kami melanjutkan sisa perjalanan yang tinggal sedikit lagi.
Klik
Mendangak ke arah puncak, terlihat bayangan gerakkan-gerakkan seseorang yang mungkin sedang merayakan keberhasilannya karena telah sampai di Puncak Mahameru. Mereka berseru menyemangati kami dari atas sana. “Sedikit lagi, ya sedikit lagi, saya pasti bisa, ayo ! !” kata2 itu terus menggema dalam benak saya, seakan menjadi tim sorak sorai dalam suatu pertandingan yang memberikan semangat. Langkah saya pun sudah semakin tak beraturan karena kelelahan sedangkan matahari hanya bisa memandangi saya dengan angkuhnya dari atas sana. Bayangan samar seseorang yang tadi saya lihat kini semakin jelas, memacu seluruh sisa tenaga saya untuk menggerakkan sel-sel motorik tubuh saya menjadi lebih cepat. Bendera merah putih di tengah hamparan bebatuan landai yang di tiupi angin sangat kencang berdiri kokoh entah sejak kapan, itulah benda yang pertama saya lihat di Puncak Mahameru (07.30 waktu setempat). Seluruh badan bergetar, darah dalam tubuh saya bergejolak seketika. Seluruh emosi dalam diri ini tumpah ruah di tempat ini, terima kasih Tuhan saya berhasil sampai di Puncak Mahameru. Lalu tiba-tiba, “boooaaaaammmmmm. . . . . “ sebuah letusan dari kawah Mahameru, sebuah salam hangat, sebuah ucapan selamat untuk kami. Sontak saja kami terkejut dan kocar kacir. Orang-orang yang sedang berfoto ria disana seketika berlari tak beraturan tak memperdulikan yang lain. Kami berusaha untuk tetap tenang pada saat itu, ya semua yang berada dipuncak Mahameru pada saat itu tiarap. Dengan tiarap diharapkan kami tidak menghirup udara yang bercampur dengan asap yang membawa material pasir-pasir halus dari letusan tersebut. Angin bertiup sangat kencang pada saat itu sehingga membuat asap letusan Mahameru cepat menghilang terbawa angin. Kami pun melanjutkan berfoto-foto ria mengabadikan suasana sekitar secukupnya dan segera turun karena takut letusan susulan akan terjadi. Selamat tinggal Mahameru, selamat tinggal puncak abadi para dewa, sampai jumpa dilain waktu. Pukul 11.00 waktu setempat, kami pun segera bergegas turun menuju tenda kami di Kalimati. Rasa puas, rasa senang, rasa tak percaya, rasa bersyukur bercampur menjadi satu dalam raga. Rasa itu menghasilkan suatu stamina dan semangat yang sangat besar untuk kami, stamina dan semangat yang nanti kami gunakan untuk perjalanan pulang.

Klik
Puncak Mahameru
Salam dari Semeru
Puncak Mahameru
Klik
Klik
Klik
Melangkah turun dari puncak Mahameru dengan sangat hati-hati dan penuh perhitungan karena jalur yang berpasir serta menurun sangat curam. Sangat menghabiskan tenaga dan waktu, akhirnya kami memutuskan turun dengan cara berlari. Tanpa keraguan sedikit pun “ready ! get set ! . . . Go. . .! wushhhh” kami berlari seada-adanya tanpa berhenti sedikitpun melewati Cemara Tunggal dan Arcapada lalu finish di Kalimati. Sampai di Kalimati kami langsung makan bersama dibawah naungan teduhnya pohon. Sekali lagi rasa persaudaraan satu sama lain kental terasa pada saat itu, menjadikan suasana makan bersama menjadi hangat. Tak lupa canda gurau pun tercetus di sela-sela waktu makan kala itu, membuat saya rindu dan ingin mengulanginya lagi masa itu.
Makan Siang di Kalimati
Makan Siang di Kalimati
Action
Selesai makan kami langsung bergegas packing serta foto-foto untuk terakhir kalinya di Kalimati. Pukul 02.00 waktu setempat kami mulai melangkah meninggalkan Kalimati menuju desa Ranupani. Hutan yang gersang dan hangus bekas terbakar yang kemarin kami lalui seakan memberi selamat pada kami karena telah berhasil menginjakkan kaki di Puncak Mahameru. Bahkan Oro oro Ombo, padang ilalang yang telah menjadi tanah lapang terlihat agak mulai bersemi. Entah nyata atau sekedar fatamorgana kami karena mulai kehabisan tenaga. Namun demikian kami terus melangkah terus dan terus tanpa keraguan sedikitpun. Dalam hati penuh rasa bangga dan bersyukur atas apa yang telah kami lalui. Tak terasa Oro oro Ombo pun telah kami lalui, dan kini kami masih dihadang dengan sebuah mahakarya sang pencipta. Sebuah mahakarya yang indah, yaitu sebuah panorama indah Ranukumbolo di kala petang. Sungguh benar-benar menakjubkan, suguhan alam yang tak akan pernah terlupakan. Tak Cuma itu saja, tanjakkan cinta yang kemarin kami lewati dengan menanjak seakan menuntun langkah kami untuk segera turun dan mendekat pada Ranukumbolo. Rasanya sangat ingin berlama-lama lagi berada disini, sangat sayang meninggalkan tempat indah ini.

Klik
Baris yang rapih :)
Pulang melewati Oro-oro Ombo
Pulang melewati Oro-oro Ombo
Di atas Tanjakan Cinta
Menuruni Tanjakan Cinta
Menuruni Tanjakan Cinta
Istirahat sejenak di Ranukumbolo
Hari semakin sore dan kami pun mempercepat langkah kami menuju Ranupani. Berjalan menelusuri tepi Ranukumbolo seakan tak rela meninggalkan tempat ini begitu saja, lain waktu pasti saya akan kemari lagi. Dengan badan agak membungkuk karena beban berat yang ada dipunggung saya meneruskan langkah saya meninggalkan Ranukumbolo. Jalur pendakian yang tadinya tanah berumput tak terasa sudah berubah menjadi jalan setapak yang rapih, itu pertanda kami sudah dekat dengan Ranupani. Dan hari pun perlahan mulai gelap, kami berhenti sejenak untuk mengambil lampu genggam dan lampu kepala untuk menerangi jalan. Dalam pemberhentian kami kali ini, kami disambut hangat oleh kunang-kunang. Mereka seakan menari-nari merayakan keberhasilan kami mencapai puncak Mahameru. Sungguh pemandangan yang jarang bahkan langka di Ibu Kota.

Tak mau berlama-lama kami langsung bergegas untuk meneruskan perjalanan yang tinggal sedikit lagi. Kami merasa perjalanan ini sangat panjang, padahal seingat saya setelah masuk di jalan setapak sudah dekat dengan desa Ranupani. Apa mungkin kami hanya berputar2 disini? Pertanyaan itu selalu menggema dalam pikiran saya dan membuat saya hamper putus asa pada saat itu. “Ayo percepat langkah ! !” teriak salah satu dari kami dari belakang, sontak saja kami semua mempercepat langkah kami menjadi setengah berlari. Sungguh aneh suasana pada saat itu, tak satu pun suara yang kami dengar kecuali suara langkah kami sendiri, suara jangkrik yang seakan bersorak memberi semangat dan suara terengah-engah nafas kami. Mungkin karena faktor lelah yang sudah pada level tertinggi pada tubuh kami dan membuat kami tak bisa berpikir secara rasional. Dalam hati saya terus berdo’a semoga kami semua bisa cepat sampai di Desa Ranupani.

Sebuah titik cahaya kuning keoranyean terlihat dari kejauhan, sebuah cahaya yang tak asing bagi kami, dan ternyata itu cahaya lampu. Terima kasih Tuhan akhirnya kami telah melihat sebuah perkampungan yang lengan saat itu, yah Desa Ranupani. Pukul 20.30 waktu setempat kami tiba di Ranupani, ups ternyata disini sudah bertumpuk Mapala dari berbagai kampus dan berbagai daerah. Mereka ingin mengadakan pendakian massal rupanya esok hari. Oke selamat bersenang-senang kawan, selamat menikmati sajian istimewa dari alam, sebuah mahakarya agung dari sang pencipta. Kami pun yang baru sampai sejenak beristirahat melemaskan otot-otot yang kaku sembari meneguk segelas teh hangat. Setelah cukup beristirahat kami pun langsung menata carrier ke atas Jeep yang sudah stand by mungkin sejak sore tadi. Tujuan kami selanjutnya adalah pasar Tumpang. Dengan badan yang sudah sangat kelelahan kami naik ke atas Jeep. Jeep yang melaju sangat kencang malam itu di jalur yang berbatu ,membuat tubuh kami terbentur sisi-sisi bagian dalam badan Jeep. Kami menghiraukan apa yang terjadi saat itu karena saking lelahnya. Desa demi desa kami lewati malam itu dengan tetap menumpang di atas Jeep. Dan akhirnya kami juga melewati suatu desa yang sedang mengadakan suatu acara disana, entah apa nama acaranya. Banyak penduduk desa tersebut tumpah ruah ke jalan sehingga menutupi jalan. Jeep kami terpaksa merayap berjalan dengan perlahan melewati kerumunan orang2 yang sedang menyaksikan acara disana. Sorak sorai mereka pun pada kami akhirnya pecah dari mulut orang-orang yang mungkin terusik karena kami lewat. Hati dag dig dug dan berdo’a semoga mereka tidak melakukan tindakan anarkis pada kami. Fiuhh akhirnya desa tersebut berhasil kami lalui dengan aman terkendali J.

Sampai di Ranupani
Dinginnya angin malam yang berhembus sangat kencang ditambah lagi rintik hujan yang turun malam itu membuat kami meringkuk di belakang Jeep. Namun demikian kami sangat menikmatinya tanpa mengeluh sedikitpun. Tak terasa laju mobil Jeep terasa stabil dan mulus, itu pertanda bahwa kami sebentar lagi tiba di Pasar Tumpang. Benar saja, kami pun tiba di Pasar Tumpang tepat pukul 11.00 waktu setempat. Perjalanan tak berakhir sampai disini, kami masih harus naik angkot untuk menuju ke Stasiun Kota Baru Malang. Disanalah kami bermalam dan beristirahat serta menunggu kereta Matarmaja yang besok siangnya mengantar kami pulang sampai Jakarta. “Oke mari kita berangkat menuju Stasiun tersebut” , angkot yang kami tumpangi malam itu melaju dengan kecepatan sedang mengantar kami menuju Stasiun kota baru Malang. Dari jendela angkot saya melihat-lihat pemandangan sekitar yang penuh dengan kelap kelip lampu dan bangunan-bangunan bertembok. Pemandangan yang amat kontras, dimana kemarin hijau lebat nan indahlah yang menjadi pemandangan kami. Namun sekarang, pemandangan yang kami lihat padatnya rumah-rumah penduduk dan hiruk pikuk gerobak besi bermesin yang ramai berlalu lalang dihadapan kami.

Akhirnya kami pun sampai di Stasiun Kota Baru Malang. Di teras toko sisi sebelah kanan dari stasiun tersebut kami jadikan tempat untuk beristirahat. Alunan musik reggae yang di stel anak-anak club vespa dari seberang jalan terdengar merdu mengiringi waktu istirahat kami. Tak lupa segelas kopi hangat, sebungkus rokok dan camilan gorengan turut serta menemani kami malam ini. Tawa suka dan saling berbagi cerita membuat malam yang dingin menjadi terasa hangat. Rasa lelah yang melekat di raga ini membuat kantuk datang menghampiri kami. Lahan perlahan, satu persatu dari kami tumbang. Selamat malam kota Malang, sampai jumpa esok.

Depan Toko sebelah Stasiun

Tanggal 25 okt 2011 (selasa)

Pukul 05.00 waktu setempat kami bangun dari tidur, dan bergegas pindah dari tempat beristirahat kami semalam tadi ke dalam Stasiun. Matahari bersinar agak cepat dari biasanya yang saya rasakan di Ibukota, Jakarta. Hingga tak kami sadari malam telah berganti dan ini berarti hari terakhir buat kami di kota ini, Malang.

Stasiun Malang
Depan St. Malang
Wangi kopi sisa semalam memberi rasa semangat yang sangat besar pagi ini, yang seakan berseru “nikmatilah kota ini disisa waktumu disini!”. Saya pun langsung bergegas mencari toilet umum untuk mandi dan ganti pakaian. Setelah itu saya dan yang lain mencari warung makan terdekat dari stasiun untuk sarapan. Wow menu pagi ini nasi pecel, sarapan yang bergizi tinggi namun beresiko bagi lambung (bikin mules2 nih abis makan ginian, hahaha). Setelah sarapan kami pun kembali ke dalam stasiun menunggu loket yang masih tutup sampai buka lalu mengantri untuk membeli tiket kereta.

Klik
Kereta kami berangkat Pukul 14.00 waktu setempat siang ini. Saya dan beberapa teman yang lain memanfaatkan waktu untuk mencari oleh2 dan keliling kota Malang sembari menunggu kedatangan kereta. Tak banyak sih tempat yang saya kunjungi di Malang, hanya Alun-alun di kota tersebut saja yang saya kunjungi, yah daripada bengong-bengong di Stasiun :p . Tak terasa matahari semakin terik menyengat tubuh kami, waktu menunjukkan pukul 13.15 waktu setempat. Kami segera naik angkot menuju Stasiun karena kereta kami sebentar lagi akan datang. Setelah sampai stasiun saya dan lain packing ulang sebelum masuk ke peron dalam stasiun.

Alun alun kota Malang
Klik
Klik
“Nguooooonggg” terdengar santer klakson dari kereta yang baru datang, yah Matarmaja kereta kelas ekonomi dengan tujuan Jakarta merapat di Stasiun Kota Baru Malang. Kami pun langsung bergegas masuk ke dalam kereta dan mencari tempat duduk sesuai tiket yang telah kami beli. Hari ini kami pulang membawa kisah yang sangat mengagumkan untuk di kisahkan dan di kenang. Selamat tinggal Semeru sampai jumpa lagi di lain kesempatan, terima kasih atas jamuan mu yang sangat-sangat hangat pada kami.
Persiapan Naik Kereta (pulang)
Persiapan Naik Kereta (pulang)
Foto foto dulu :p
Mari kita pulang ! ! :)
*
Prolog:
Terima kasih telah mengunjungi ku, terima kasih telah bermain bersamaku, terima kasih telah menjagaku. Semoga kalian tidak kecewa atas suguhan dari ku selama di sini. Semoga kalian datang lagi kemari. Aku akan menunggu kalian disini, Ranupani, Ranukumbolo, Kalimati, bahkan di eksotisnya sumber air di sini, Sumber Mani. Lalu, mari bersama-sama kita mulai langkah kecil namun pasti dari Arcapada melewati Cemara Tunggal menuju Mahameru. Terima kasih kawanJ .
*

Terima kasih Tuhan, kau memang arsitektur tiada duanya. Terima kasih atas konstruksi yang telah kau buat di Bumi Pertiwi ini sehingga menjadikannya surga dunia bagi para pelancong dari berbagai belahan dunia.

Herman Sulistiyo